oleh pengamat rohani
4 langkah proses inkubasi & Visualisasi
Tuhan tidak akan pernah melaksanakan salah satu
pekerjaanNya yang agung dalam kehidupan ini tanpa perantaraan iman pribadi
anda.
Dapatlah kita anggap sebagai suatu hal yang lumrah
bahwa semua orang memiliki iman. Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan
telah mengaruniakan kepada kita masing-masing suatu takaran iman. Anda pasti
memiliki iman atau keyakinan, entah anda menyadari atau tidak. Anda boleh saja
meraba-raba wujud iman itu. Akan tetapi setiap kali anda membutuhkan Dia, iman
itu pasti muncul dalam batin anda. Iman itu siap sedia untuk dapat anda
manfaatkan. Seperti kedua tangan anda, bila dibutuhkan maka anda cukup hanya
mengulurkan tangan dan menggerakkannya. Bukankah kita juga tidak perlu meraba
kedua lengan kita, untuk mengetahui bahwa lengan kita tergantung pada bahu
kita? Demikian pula halnya dengan iman.
Namun demikian ada cara-cara tertentu agar iman
mencapai tujuannya dan menghubungkan anda dengan Bapa sorgawi yang bersemayam di dalam diri
anda itu. Alkitab menyatakan bahwa iman adalah dasar dari segala hal yang kita
harapkan. Suatu dasar yang mula-mula mengalami tahap perkembangan, suatu
INKUBASI sebelum ia bisa bermanfaat dan menjelma jadi kenyataan. Mungkin saja
anda bertanya, “Unsur-unsur
apakah yang kuperlukan agar iman saya itu dapat bermanfaat bagiku?”
( 1 ) SASARAN HARUS JELAS
Untuk bisa memanfaatkan iman anda itu, maka anda
terutama sekali harus memiliki sasaran yang jelas dan gamblang. Sebab iman itu
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan itu. Apabila anda hanya
punya gambaran yang serba samar-samar tentang sesuatu gaganan atau sasaran yang
hendak anda capai itu, maka anda tidak mempunyai hubungan dengan yang sanggup
memberi jawaban atas permintaan anda itu. Maka itulah anda patut memiliki
sasaran iman yang jelas dan tegas. Saya sendiri telah menarik pelajaran tentang
hal ini dari suatu pengalaman hidupku yang istimewa.
Saya telah bekerja selama beberapa bulan di bidang
pekerjaan Tuhan. Akan tetapi saya begitu miskin perihal kebutuhan material
sehingga saya boleh dikata tidak punya apa-apa sama sekali, Saya belum menikah.
Saya tinggal di sebuah ruangan yang sempit, Saya tidak punya barang-barang
perabot berupa meja atau kursi, ranjang pun tidak punya. Makan dan tidur pun
kedua-duanya harus saya lakukan di atas lantai. Belajar pun saya lakukan di
atas lantai. Sedangkan untuk melayani jiwa-jiwa saya harus berjalan kaki
bermil-mil jauhnya setiap hari.
Akan tetapi pada suatu hari tatkala saya sedang membaca
Kitab Suci, saya sangatlah terkesan oleh janji-janji yang Tuhan berikan,
Alkitab berkata, bahwa jika saya menaruh percaya kepada Yesus, berdoa di dalam
nama Dia, maka saya akan memperoleh segala sesuatu. Alkitab juga mengajarkan
kepada saya bahwa saya adalah anak Tuhan, anak Raja segala raja, dan Tuhan
segala tuhan!
Lalu saya berucap, “Bapaku yang
di surga! Mengapakah seorang anak dari Raja segala raja, dan Tuhan segala
tuhan, harus hidup tanpa meja, kursi dan ranjang? Mengapa saya harus berjalan
kaki bermil-mil jauhnya untuk melakukan tugasku setiap hari? Bukankah pantas
jika saya punya sekedar meja untuk menulis dan membaca serta kursi untuk tempat
duduk? Rasanya pantaslah jika sekiranya saya punya sebuah sepeda yang sederhana
untuk saya pakai bagi keperluan kunjungan keluarga dalam pelayanan rohaniku
terhadap jiwa-jiwa”
Saya merasa bahwa menurut Alkitab saya boleh memohon
tiga hal itu kepada Tuhan. Maka saya pun berlututlah dan memanjatkan doa, “Ya Bapa, saya berdoa. Berikanlah kepadaku meja, kursi
dan sepeda.” Saya yakin
benar akan hal itu dan saya memuji Tuhan.
Mulai dari saat itu saya menunggu-nunggu untuk
menerima barang-barang itu. Yakni barang-barang yang telah saya pinta itu di
dalam doaku. Akan tetapi satu bulan telah berlalu tanpa ada jawaban apa-apa,
Kemudian menyusul bulan kedua, tiga, empat, lima, enam, dan saya masih saja
menunggu dengan sia-sia. Tak ada sesuatu pun terjadi. Lalu pada suatu hari yang
dingin oleh karena hujan turun dengan larasnya, saya betul-betul merasa sedih
sekali. Saya belum makan hari itu oleh karena memang tak ada persediaan makanan
sedikit pun di rumah. Perutku sangat lapar. Badanku sangat lemas. Hatiku sangat
murung. Saya mulai mengeluh, “Tuhan, saya
telah meminta kepadaMu agar saya ini diberikan meja, kursi dan tempat tidur,
serta sebuah sepeda, beberapa bulan yang lalu. Akan tetapi Engkau belum
memenuhi permintaanku itu. Tak ada sebuah pun dari apa yang saya minta itu
kuterima. Tuhan melihat sendiri bagaimana saya ini bekerja di tengah-tengah
masyarakat yang miskin di wilayah perkampungan ini. Bagaimana bisa saya meminta
kepada mereka itu untuk mempraktekkan iman itu, kalau saya sendiri tidak dapat
membuktikannya dalam hidupku? Bagaimana saya bisa menuntut dari mereka supaya
mereka itu percaya kepada Tuhan berdasarkan keyakinan mereka, dan hidup
sungguh-sungguh berdasarkan firman Tuhan, dan bukannya hidup oleh roti saja?
“Ya Tuhan,
saya merasa sangat kecewa. Saya tidak mempunyai pegangan kepastian mengenai hal
ini, tetapi saya pun tidak bisa menyangkal akan sabda Tuhan yang tercantum
dalam Alkitab itu, Sebab firman Tuhan itu tetap kekal selama-lamanya. Oleh
sebab itu saya yakin bahwa Tuhan pasti akan menjawab permintaan saya itu. Cuma
soalnya sekarang saya belum punya kepastian kapan atau bagaimana caranya saya
menerima barang-barang itu. Tuhan, kalau saya menerima barang-barang itu
setelah ajalku telah sampai, buat apa lagi barang-barang itu padaku? Tak ada
gunanya lagi, bukan? Bila Tuhan mau menjawab permintaanku itu, percepatlah
Tuhan. Saya mohon Tuhan menjawab dengan segera.
Kemudian saya pun duduk terhenyak sambil menangis.
Tiba-tiba saya merasakan suatu ketenangan yang meliputi jiwaku. Setiap saya
mempunyai perasaan seperti ini, kehadiran hadirat Tuhan maka Ia biasanya
berbicara kepada saya. Oleh sebab itu saya pun menanti dengan sabar. Dengan
sayup-sayup saya mendengarkan suara halus di dalam jiwaku itu. Saya mendengar
suara Tuhan berucap, “Anakku, Aku
telah mendengarkan doamu semenjak beberapa waktu yang lalu.”
Langsung saja saya menjawab dengan lantang, “Kalau begitu, di manakah meja, kursi, dan sepeda itu?”
Maka Roh Tuhan pun berbicara kepadaku, “Nah, itulah kesulitannya dengan dirimu. Tak bedanya
dengan anak-anak Tuhan yang lainnya. Mereka semua meminta. Mereka mengajukan
pelbagai macam permohonan. Akan tetapi apa yang mereka minta itu serba kabur,
kurang jelas, samar-samar. Bagaimana Aku bisa menjawabnya? Tidakkah kalian tahu
bahwa ada ratusan bahkan ribuan meja, kursi, dan sepeda di dunia ini? Engkau
tidak pernah mengajukan permohonan meja yang bagaimana yang engkau maksudkan,
kursi dan sepeda apakah yang kau minta itu.”
Saat itu merupakan titik balik arah perjalanan hidup
saya. Belum pernah ada seorang profesor di sekolah Alkitab yang mengajarkan
kepadaku hal semacam itu. Saya telah keliru. Dan kekhilafan itu membuat mataku
jadi melek tentang kenyataan yang sesungguhnya.
Maka saya pun berkata, “Tuhan,
apakah Engkau menghendaki agar saya berdoa kepadaMu dengan istilah yang terang
dan gamblang? “Kali ini
Tuhan memberi petunjuk kepadaku untuk membuka surat Ibrani pasal sebelas : “Iman itu adalah dasar dari segala sesuatu.” Segala sesuatu yang jelas dan tegas. “Segala sesuatu yang kita harapkan.”
Maka saya pun berlutut lagi dan berdoa, “Ya Bapa, saya sangat menyesal. Saya telah membuat satu
kesalalan besar. saya telah salah paham tentang diriMu. Saya cabut semua
doa-doaku yang lalu. Saya akan memulai segalanya dari awal lagi.”
Lalu saya pun mengemukakan ukuran meja, yang terbuat
dari kayu mahoni. Saya menghendaki kursi dari jenis yang terbaik, yang
kerangkanya terbuat dari logam besi, yang pada kedua ujung kakinya
diperlengkapi dengan roda kecil. Dengan demikian saya dapat dengan mudah,
sambil duduk diatasnya, mendorong diri saya ke sana kemari.
Kemudian saya menguraikan soal sepeda yang saya minta
itu. Dan memang saya rinci betul-betul ciri sepeda itu, sebab bukankah begitu
banyak jenis sepeda di dunia ini Ada yang buatan Korea, Jepang, Taiwan, Jerman.
Akan tetapi pada waktu itu sepeda-sepeda bikinan Korea atau Jepang pada ummnya
masih sangat kurang memadai mutunya. Sedangkan saya menginginkan sebuah sepeda
yang kuat dan kekar. Dan oleh karena sepeda semacam itu banyak dibuat orang di
Amerika Serikat, maka saya pun berkata, “Ya Tuhan,
saya ingin sebuah sepeda bikinan Amerika Serikat, yang dilengkapi dengan rem
yang kuat di sampingnya, sehingga dengan mudah saya bisa mengatur kecepatan
larinya sepeda itu.”
Saya mengajukan permohonan saya itu dengan istilah dan
rincian yang begitu jelasnya, sehingga Tuhan tidak mungkin lagi salah paham
dalam memberikan jawabannya kelak. Saya merasakan iman memancar dan meluap dari
dalam hatiku. Sukacitaku penuh di dalam Tuhan. Malam ini saya tidur nyenyak
bagaikan scorang bayi.
Akan tetapi tatkala saya bangun pagi pada jam 4.30
untuk mempersiapkan kebaktian pagi, saya tiba-tiba saja merasakan hatiku
menjadi hampa. Padahal malam sebelumnya itu saya memiliki iman yang paling
cemerlang di dunia. Kini saya merasa seolah-olah iman saya itu telah sempat
memiliki sayap dan terbang lenyap bersama hilangnya malam.
Iman saya itu telah melayang hilang saat saya tidur
lelap. Saya tidak bisa merasakan sesuatu apa pun di dalam batinku. Saya
berkata, “Ya Tuhan,
keadaan ini sungguh menyedihkan. Sungguh baik bila seseorang itu memiliki iman.
Akan tetapi berbeda benar memperoleh jawabannya.”
Inilah kesukaran yang umum menimpa diri orang-orang
Kristen. Mereka bisa gandrung akan iman itu setelah mendengar pembicara tamu.
Mereka bisa dipenuhi dengan semangat yang menyala-nyala pada saat mereka
mendengar khotbahnya. Akan tetapi sebelum mereka sempat tiba di rumah,
segala-galanya telah lenyap. Seakan-akan iman itu punya sayap dan bisa terbang
lenyap dalam sekejap.
Pada pagi hari itu, sementara saya membuka-buka
lembaran halaman Alkitab, maka saya pun berharap agar Alkitab itu bisa
berbicara secara langsung kepadaku. Mataku tertuju ke arah sebuah ayat dalam
surat Roma 4:17 yang berbunyi:
“Allah yang
menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firmanNya apa yang tidak ada
menjadi ada.”
Hatiku terpaku pada ayat itu, Kemudian hatiku mulai
bergelora. Saya berkata pada diriku sendiri, “Saya pun
dapat menyebutkan hal-hal yang tidak ada menjadi ada. Biarlah saya memiliki
keyakinan seolah-olah benda-benda itu sudah ada. Saya harus yakin bahwa
barang-barang itu telah saya miliki.” Sekarang
saya telah menerima jawaban terhadap masalah yang kuhadapi itu. Yakni bagaimana
mempertahankan iman yang hidup itu.
Dengan bergegas-gegas saya melangkah menuju ke tenda
tempat kami melangsungkan ibadat pagi. Sejumlah orang, sudah mulai berdoa.
Setelah kami menyanyi beberapa nyanyian, maka saya pun menyampaikan renungan.
Saya coba menguraikan ayat Alkitab itu, dan berkata : “Saudara-saudaraku di dalam Tuhan, oleh karena berkat
Tuhan maka saya memperoleh meja yang terbuat dari kayu mahoni, sebuah kursi
yang bagus dengan kerangka logam besi, yang pada ujung kakinya ada roda kecil
untuk menggelinding, serta sebuah sepeda bikinan Amerika Serikat yang
diperlengkapi rem pada sisinya. Terpujilah Tuhan! Saya telah menerima segalanya
itu dari Tuhan.
Tentu saja orang-orang yang hadir dalam kebaktian itu
ter-nganga. Sebab mereka tahu betul bahwa saya ini sangat miskin. Mereka
menganggap saya mengkhayal dan mengemukakan sesuatu yang tidak masuk akal.
Mereka tidak percaya sama sekali. Padahal dengan iman saya itu saya betul-betul
memanjatkan puji syukur kepada Tuhan. Saya perbuat seakan Tuhan telah memenuhi
apa yang saya minta itu. Saya bertindak sesuai dengan Firman Tuhan yang penuh
kekuatan iman itu.
Setelah selesai kebaktian, maka saya pun melangkah
keluar. Tiga orang anak muda mengikuti dan menegur saya, “Bapak pendeta, kami ingin melihat barang-barang itu.”
Sayaa terkejut bukan main, bercampur takut. Sebab saya
tidak menduga sama sekali bahwa saya harus memperlihatkan barang-barang itu.
Orang-orang itu berasal dari daerah perkampungan yang miskin. Apabila sekali
saja mereka mengetahui bahwa saya telah berbohong, maka tamatlah kesempatan
bagiku untuk mengabarkan Injil kepada mereka. Mereka tidak akan bakal kembali
lagi ke tempat ibadat. Anda dapat membayangkan betapa terpojoknya kedudukan
saya itu. Maka saya pun mulai berdoa, “Tuhan,
semenjak dari semula hal ini bukanlah gagasanku. Akan tetapi oleh karena Engkau
telah mengemukakan hal semacam itu kepadaku, maka saya hanya mengikuti
petunjukMu saja. Tetapi kini saya menghadapi satu keadaan yang gawat. Saya
telah berucap sesuatu seolah-olah saya telah memilikinya, akan tetapi
keadaannya belum demikian. ( perhatikan Mark 11:24 ) Bagaimana saya harus keluar dari kedudukanku
yang tergencet ini? Bagaimana saya harus menjelaskan persoalan ini pada
orang-orang itu? Tuhan, tolonglah saya, Saya yakin bahwa Engkau senantiasa
bersedia menolong saya.”
Maka Tuhan pun datang dan membantu saya. Timbullah
sebuah ide dalam hatiku. Saya berkata kepada mereka itu. “Marilah ikut saya, masuklah ke dalam ruanganku dan
saksikanlah.”
Semua mereka pun masuklah, lalu melihat-lihat
sekelilingnya untuk mencari apakah ada sepeda, kursi dan meja itu. Saya
berkata, “Tak usah
melongok ke sana kemari. Nanti akan saya tunjukkan kepada kalian.”
Saya lalu menunjuk dengan jariku kepada tuan Park,
yang kini menjadi pendeta dari gereja Sidang Jemnat Allah terbesar di Korea,
dan berkata, “Saya ingin
bertanya kepada kalian. Bilamana kalian bisa menjawab pertanyaan saya, maka
saya akan menunjukkan barang-barang itu. Nah, berapa lamakah kalian berada di
dalam rahim ibu scbelum kalian dilahirkan di dunia ini?”
Mereka menggaruk-garuk kepala. Lalu menjawab, “Sembilan bulan.”
Saya berkata, “Apakah yang
anda lakukan di dalam rahim ibu anda itu?”
“Oh, saya
bertumbuh.”
“Baiklah,” kataku, “Akan tetapi
tak ada seorang pun yang melihat anda.”
“Tentu saja
tak ada seorang pun yang melihat saya oleh karena saya berada di dalam rahim
ibuku.”
Lalu kataku, “Wujud anda
sebagai bayi sama tatkala berada di dalam rahim ibu ataupun sesudah dilahirkan
ke dunia. Jawaban anda itu tepat. Tadi malam sayapun berlutut di sini dan telah
berdoa kepada Tuhan untuk mendapatkan meja, kursi, dan sepeda itu. Dan melalui
perantaraan Roh Kudus dan oleh kuasanya itu saya yakin bahwa saya mengandung
meja, kursi, dan sepeda itu. Seolah-olah barang-barang itu sudah ada, dan
sedang bertumbuh di dalam diri saya. Meja, kursi dan sepeda itu akan sama
bentuknya seperti yang sesudah barang-barang terlahir dan terwujud,”
Maka meledaklah tawa mereka terbahak-bahak. Mereka
berkata, “Baru pertama
kali inilah kita menyaksikan ada laki-laki yang hamil, mengandung sepeda, meja
dan kursi.” Sambil
keluar meninggalkan ruangan saya itu, mereka pun tertawa terus. Mereka sebarkan
desas-desus ke seluruh pelosok kota bahwa bapak pendeta telah hamil mengandung
scpcda, meja dan kursi. Saya hampir-hampir tidak berani lewat di perkampungan
mereka lagi, karena setiap kali saya lewat sejumlah kaum wanita pasti
berkerumun dan tertawa cekikikan memandang kepada saya. Anak-anak remaja yang
nakal akan datang pada hari Minggu dan coba-coba meraba perut saya dan berkata,
“Bapak pendeta, sudah berapa bulankah
anda hamil?”
Namun selama hari-hari itu saya tetap yakin hahwa
segala benda yang saya inginkan itu tetap saja bertumbuh di dalam diriku.
Persoalannya hanyalah terletak pada masalah waktu. Tak bedanya dengan seorang
wanita hamil yang menunggu saatnya bayi itu dilahirkan. Demikian pula halnya
bagi kita. Kita pun memerlukan waktu selama kita telah mengandung segala hal
yang secara jelas dan nyata menjadi sasaran doa kita.
Saya tetap memuji Tuhan dan bersyukur terima kasih
kepadaNya dan ketika waktunya tiba, saya memperoleh semua benda-benda itu. Saya
memiliki semua benda-benda itu, meja yang terbuat dari kayu mahoni, sebuah
kursi bikinan pabrik Mitsubishi dari Jepang dengan kerangka besi, yang
diperlengkapi dengan roda-roda pada ujung kakinya, sehingga bisa meluncur
dengan santai ke sana kemari sambil duduk di atasnya. Dan sebuah sepeda yang
sudah pernah dipakai, yang memiliki rem pada sebelah sampingnya, milik seorang
anak misionaris Amerika. Saya bawa meja, kursi dan sepeda itu ke dalam rumah
saya. Dengan demikian sikapku dalam berdoa mengalami perubahan.
Sampai saat itu saya senantiasa berdoa dalam istilah
yang serba kabur dan samar-samar. Akan tetapi mulai dari saat itu sampai
sekarang saya selalu berdoa dalam pernyataan yang jelas dan gamblang. Sebab
bila kita mengajukan doa dalam bentuk yang tidak jelas, maka kita pun sulit
bisa mengenal apakah doa kita itu telah dikabulkan atau tidak oleh Tuhan.
Jawaban Tuhan itu pun akan serba kabur pula oleh kita. Oleh sebab itu hendaklah
kita mengajukan permohonan doa kita itu secara jelas, dan terinci.
Tuhan tidak pernah menyambut permintaan doa yang
samar-samar. Tatkala anak Timeus, yakni Bartimeus yang buta itu, datang
berlari-lari mendapatkan Yesus, ia berseru, “Anak Daud,
kasihanilah aku!” Meskipun
semua orang yang hadir tahu bahwa Bartimeus itu sedang memohon kepada Yesus
agar ia disembuhkan dari penyakit butanya, namun Kristus masih juga bertanya
kepadanya, “Apa yang kau
kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?”
Mcngapa? Kristus menghendaki agar kita bersikap jelas
dan tegas dalam permintaan kita itu. Bartimeus berkata, “Rabuni, supaya aku dapat melihat!” Yesus menjawab, “Jadilah
seperti apa yang kau percaya.” Maka
Bartimeus pun membuka matanya.
Perhatikanlah. Sebelum ia meminta secara tegas
kesembuhan bagi kebutaan matanya itu, Yesus tidak memberikan atau mengucapkan
kesembuhan itu. Oleh sebab itu bila anda membawa permohonan kepada Tuhan, maka
hendaklah anda kemukakan itu dengan bentuk yang jelas, terinci sasarannya,
gamblang.
Pada suatu hari saya melakukan kunjungan di sebuah
gereja lain. Saya menjadi pembicara tamu. Selesai kebaktian isteri pendeta tuan
rumah mengundang saya ke dalam kantornya, “Pak Cho,
sudikah Anda berdoa untuk seorang wanita anggota gereja kami ini?”
“Buat apa?” tanyaku menyela.
“Begini. Ia
ingin sekali mempunyai jodoh. Tetapi sampai sekarang ini ia tetap saja masih
belum menemukan pria yang ia cita-citakan itu.”
“Cobalah
panggil dia kemari.”
Maka masuklah wanita itu. Cukup cantik, cuma usianya
sudah lebih dari tiga puluh tahun. Seorang perawan tua.
Saya lalu mengajukan pertanyaan kepadanya, “Berapa lamakah Anda telah berdoa untuk seorang calon
suami yang serasi dengan Anda?”
Ia menyahut, “Sudah lebih
dari sepuluh tahun,”
“Mengapa
Tuhan belum juga menjawab permintaan doa Anda sebegitu lamanya? Aduhai, sepuluh
tahun, bukan main lamanya!” ujarku
kepadanya “Lalu bentuk
pria yang bagaimanakah yang sebenarnya yang anda cita-citakan itu?”
Wanita itu malah mengangkat kedua belah bahunya. “Terserah kepada Tuhan saja. Kalau Tuhan berikan saya
terima. Bukankah Tuhan tahu apa yang baik bagi saya? Tuhan Maha Mengetahui.”
“Disinilah
letak kesalahan anda. Tuhan tidak akan melakukan sesuatu atas prakarsaNya
sendiri. Ia hanya akan memenuhi sesuatu berdasarkan kebutuhan kita pribadi.
Memang benar bahwa Tuhan itu adalah sumber segala sesuatu, akan tetapi Ia hanya
bisa m engaruniakan sesuatu berdasarkan permintaan kita. Baiklah, apakah anda
berniat sungguh-sungguh agar saya berdoa untuk anda?”
“Ya” jawab wanita itu.
“Baiklah.
Coba ambilkan sehelai kertas polos dan sebuah pinsil. Silahkan anda duduk di
depan sini,” kataku
kepadanya.
Maka ia pun duduklah di hadapan saya. Saya katakan
kepadanya, “Jika anda
menulis semua jawaban terhadap pertanyaan saya, maka saya akan berdoa untuk
anda. Pertanyaan saya yang pertama ialah : Anda menghendaki seorang pria
sebagai calon suami anda. Akan tetapi bentuk yang bagaimanakah yang anda
cita-citakan itu? Apa, oarang Asia, orang kulit putih, orang Afrika?”
“Seorang
kulit putih,” jawab
wanita itu.
“Baiklah.
Tulis di atas kertas jawaban anda itu. Sekarang pertanyaan nomor dua : Apakah
anda menghendaki seorang yang bertubuh jangkung setinggi enam kaki, atau
seorang laki-laki berbadan pendek kurang dari lima kaki tingginya?”
“Oh, saya
inginkan seorang suami yang jangkung.”
“Nah, tulis
lagi itu. Nomor tiga : Apakah anda menghendaki seorang suami itu ramping dan
gagah, atau gemuk tetapi menarik?”
“Saya lebih
suka yang bertubuh ramping”
“Tulis jelas
ciri itu. Bertubuh ramping. Bagus! Nah, langkah keempat : Anda ingin suami yang
memiliki kegemaran apa? Maksud saya apa hobinya?”
“Kalau bisa,
yang senang musik.”
“Baiklah.
Tulislah di kertas itu. Senang musik. Sekarang langkah yang kelima : Pekerjaan
apakah yang anda inginkan dimiliki oleh suami anda itu?”
“Guru
sekolah.”
“Baiklah!
Tulislah dengan jelas. Guru sekolah.”
Saya pun terus mendusuri sepuluh titik persoalan itu
dengannya, kemudian berucap kepadanya, “Cobalah anda
bacakan keras-keras daftar anda itu sekali lagi.”
Maka wanita itu pun membacakan sepuluh pokok
pertanyaan dengan jawaban yang ia berikan itu, mulai dari nomor satu sampai
dengan yang kesepuluh. Ia baca keras-keras. Lalu saya berkata, “Sekarang tutuplah mata anda. Nah, apakah anda
membayangkan bagaimana bentuk suami anda sekarang ini?”
“Ya, sekarang
saya dapat melihat dia dengan jelas.”
“Oke. Marilah
kita pesan dia sekarang juga. Jika anda tidak memiliki gambaran yang jelas
tentang bentuk dan ciri suami anda itu, maka Tuhan tidak mungkin menjawab
permintaan doa anda itu. Anda harus sudah dapat melihat dia dengan jelas
sebelum anda mengajukan permohonan kepada Tuhan. Sebab Tuhan tidak pernah
menjawab permintaan doa yang serba kabur dan samar-samar.”
Maka ia berlutut, lalu saya pun menumpangkan tanganku
ke atas dia dan berdoa, “Ya Tuhan,
sekarang saudara kami ini telah mengetahui siapakah suaminya itu. Saya pun
telah melihat suami yang diidam-idamkannya itu. Tuhan pun mengetahui siapa
suaminya itu. Kami mohon kiranya Tuhan mengabulkan permintaan saudari kami ini
di dalam nama Yesus. Amin!”
“Hendaklah
anda bawa pulang kertas ini dan tempelkanlah pada cermin kaca dandan. Setiap
malam sebelum anda pergi tidur bacalah dulu kesepuluh jawaban pertanyaan itu
keras-keras, dan bersyukurlah kepada Tuhan atas jawaban yang diberikan Tuhan
bagi anda.”
Satu tahun pun berlalu. Saya kebetulan harus lewat
melalui daerah itu lagi. Isteri pendeta setempat itu menelepon saya dan
mcngundang saya, “Bapak Cho,
sudikah anda mam pir lagi dan makan siang bersama dengan kami?”
“Tentu saja
saya senang menerima undangan anda,” jawabku
gembira. Maka hari itu saya datang makan bersama dengan keluarga pendeta itu.
Begitu saya tiba, karuan saja isteri pendeta itu
menyambut saya dengan satu kabar berita yang menggembirakan. Ia berseru dari
jauh, “Bapak pendeta, ia telah menikah! Ia
telah menikah!”
“Siapa yang
menikah?” tanyaku
tercengang.
Si perawan tua itu! Ingatkah anda akan wanita yang
pernah anda doakan itu? Bukankah anda yang menyuruh dia menulis semua jawaban
atas sepuluh pertanyaan yang anda berikan kepadanya itu? Nah, dia telah
memperoleh suami yang ia inginkan. Mereka telah menikah!”
“Ya,” sahutku masih melongo, tetapi ingat akan peristiwa
satu tahun yang lalu itu. “Ya, betul.
Saya ingat dia. La1u kenapa, bagaimana kisahnya?”
Pada musim panas tahun itu di gereja kami ini datang
seorang guru musik sekolah lanjutan dengan rombongan anak-anak muda yang
menyanyi koor dan bermain musik dalam kebaktian. Mereka menginap di sini selama
seminggu sambil melakukan kebangunan rohani di bidang musik. Pemimpin rombongan
itu ternyata masih bujangan dan hampir semua anak gadis sangat tergila-gila
dengan pemimpin musik ini. Mereka ingin sekali berkencan dengan dia. Tetapi
pemimpin musik yang masih bujangan itu tiada berniat sama sekali terhadap
gadis-gadis remaja yang naksir padanya itu. Akan tetapi tatkala ia berkenalan
dengan perawan tua itu, ia pun segera jatuh hati. Pemimpin musik itu terus saja
mengincer wanita itu, dan sebelum ia meninggalkan kota kami ini ia pun
menyampaikan lamaran kepada wanita itu untuk sudi menikah dengan dia. Tentu
saja wanita itu tidak berkeras hati pula untuk menolak lamaran itu.
Mereka menikah dengan bahagia dan diberkati di gereja
ini. Pada hari pernikahan mereka itu ibu dari pihak wanita itu membawa serta
lembaran kertas yang pernah ditempelkan pada cermin kaca rias wanita itu.
Lembaran kertas yang memuat sepuluh jawaban atas pertanyaan anda itu. Sang ibu
membacakan keras-keras isi lembaran kertas itu dihadapan para hadirin dan
undangan, kemudian merobeknya.”
Kedengarannya kisah ini seperti sebuah dongeng saja.
Akan tetapi sesungguhnya telah terjadi hal yang demikian pada anda, bahwa :
Tuhan ada di dalam anda. Tuhan tidak pernah berbuat sesuatu yang sama sekali
terlepas dari kepentingan diri anda, yang ada sangkut pautnya langsung dengan
diri anda. Tuhan akan bekerja melalui apa yang anda pikirkan, apa yang anda
yakini. Oleh sebab itu, apabila nda ingin beroleh jawaban dari Tuhan,
kemukanlah sasaran anda itu secara jelas dan gamblang.
Janganlah anda berseru, “Ya Tuhan, ya Tuhan, berkatilah saya ini! Berkatilah
saya!” Tahukah anda ada berapa banyak jumlah
berkat yang tercantum di dalam Alkitab? Lebih dari 8.000 buah banyaknya. Serba
ragam pula jensisnya. Bila anda berkata,”Oh Tuhan,
berkatilah saya ini!”, maka Tuhan
bisa balik bertanya kepada anda, “Berkat yang
bagaimana yang anda maksudkan itu? Yang mana dari antara 8.000 jenis berkat itu
yang anda kehendaki?” Oleh karena
itu sudah sepatutnya anda bersikap tegas dalam soal ini. Keluarkanlah buku
catatan anda. Tulislah dengan jelas apa yang anda maksudkan itu. Catatlah
dengan gamblang apa yang anda perlukan dan inginkan.
Saya sendiri selalu meminta kepada Tuhan untuk
memberikan kebangunan rohani pada jiwa-jiwa untuk menjadi anggota gereja kami
dengan mengemukakan jumlah tertentu. Pada tahun 1960 saya mulai berdoa kepada
Tuhan, “Berikanlah
kepada kami lebih dari seribu orang anggota sebagai tambahan tiap tahun, ya
Tuhan!” Dan sampai tahun 1969 seribu orang
lebih telah memperbesar jumlah keanggotaan gereja kami tiap tahunnya.
Akan tetapi dalam tahun 1969 saya merubah pendirianku.
Saya pikir, “Kalau Tuhan
sanggup memberikan seribu orang anggota sebagai tambahan tiap tahunnya, apa
salahnya kalau saya minta seribu orang anggota tiap bulannya?”
Maka mulai tahun 1970 saya pun mulai berdoa kepada
Tuhan, “Ya Bapa Yang
Maha pengasih, karuniakanlah kepada kami seribu orang anggota tambahan setiap
bulannya.”
Mula pertama Tuhan hanya memberikan 600 orang saja.
Tetapi kemudian Tuhan mulai menambah lebih dari 1000 orang tiap bulannya. Tahun
yang lalu kami menerima anggota lebih dari 12.000 orang ke dalam lingkungan
gereja kami. Saya tingkatkan lagi sasaran saya lebih tinggi tahun ini, sehingga
kami sekarang ini menerima lebih dari 15.000 orang anggota tambahan. Tahun
depan dengan mudah saya bisa meminta kepada Tuhan untuk menambahkannya sampai
lebih dari 20.000 orang lagi. Apabila anda mempunyai permintaan yang jelas dan
tegas, dan anda betul-betul meyakini hal itu, tak perlu anda ragu-ragu lagi
tentang hasilnya. Anda pasti memperolehnya secara nyata.
Ketika saya sedang merancang pembangunan gedung gereja
kami yang sekarang ini, yang memiliki kemampuan tempat duduk bagi pengunjung,
maka saya sudah membayangkannya terlebih dahulu sebelumnya. Saya sudah
membayangkan bentuk dan daya tampungnya itu jauh sebelum para tukang tembok itu
memasang besi beton pembuatan gedung itu. Saya berjalan ratusan kali kian
kemari meneliti keadaan gedung itu, sementara saya merasakan keagungan hadirat
Roh Tuhan di tempat itu. merasakan betul kemegahan gedung gereja itu, yang
membuat hati saya bergetar. Anda harus bisa melihat dengan jelas sasaran yang
hendak anda gapai itu, demikian hidup nyata, sehingga anda sudah bisa merabanya
dengan perasaan anda. Apabila anda tidak menjalankan hukum iman ini, maka anda
tidak akan pernah bisa memperoleh jawaban atas segala permintaan doa anda itu.
Itulah sebabnya sekarang di dalam doa, saya senantiasa
membayangkan dengan jelas. Saya ingin melihat sasaran yang saya tuju itu dengan
jelas dan hidup nyata, sehingga seluruh hati, pikiran dan jiwa saya seolah-olah
gandrung akan tujuan itu. Maka syarat utama untuk memperoleh sesuatu secara
lengkap terpenuhi.
( 2 ) MILIKI HASRAT YANNG MENYALA NYALA
Syarat yang kedua yang perlu anda perhatikan ialah
anda harus memiliki hasrat yang menyala-nyala dalam mencapai sasaran itu,
setelah anda menentukan dengan jelas bentuk dan sifat sasaran itu. Banyak orang
berdoa seenaknya saja, “Tuhan,
kabulkanlah permintaan doa saya ini.” Akan tetapi
belum lagi keluar meninggalkan ambang pintu gereja, mereka itu sudah lupa
hal-hal yang mereka pinta dalam doa itu. Sikap yang semacam itu tidak akan
mempertemukan iman kita itu dengan Tuhan. Anda perlu memiliki hasrat yang
menyala-nyala.
Bacalah Amsal 10:24 : “Keinginan
orang benar akan diluluskan.”
Di dalam Mazmur 37:4 dikatakan, “Dan bergembiralah karena Tuhan, maka Ia akan
memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu.”
Anda harus memiliki hasrat yang menyala-nyala untuk
suatu sasaran, dan tetaplah berpegang teguh pada sasaran itu sampai hal itu
terwujud.
Tatkala saya memulai tugas saya di bidang pelayanan
pekerjaan Tuhan dalam tahun 1958 saya telah menanamkan satu hasrat yang
menyala-nyala dalam jiwaku, yakni ingin membina satu gereja Tuhan yang terbesar
di Korea. Kehendak itu tetap saja menyala-nyala di dalam dadaku, demikian
besarnya sehingga seluruh kehidupanku saya curahkan untuk itu semata-mata. Saya
tidur dengan tekad itu, saya bcrjalan-jalan dengan hasrat itu juga. Setelah dua
puluh tahun, gereja ini dikatakan merupakan gereja yang terbesar di seluruh
dunia.
Anda harus memiliki hasrat yang menyala-nyala di dalam
jiwa anda. Bila anda belum memiliki hasrat yang menyala-nyala itu, maka
tunggulah. Berdoalah kepada Tuhan agar Dia menaruh keinginanNya di dalam hati
Anda. Tuhan tidak menyukai orang yang suam kuku atau orang yang hanya
setengah-setengah dalam kehendak dan kemauannya untuk mencapai tujuan. Tuhan
ahli pada hal yang panas bila anda memiliki hasrat yang menyala-nyala itu, maka
anda pasti bisa memetik hasil yang gilang-gemilang.
( 3 ) BERDOALAH UNTUK MENDAPAT KEYAKINAN.
Yang ketiga, anda harus memiliki suatu pokok atau
keyakinan. Pokok itu dalam bahasa Yunani ialah “hupostasis”. Dalam bahasa Inggrisnya dapat kita terjemahkan
dengan istilah “title deed,” atau “legal paper”. Dalam bahasa Indonesianya kita katakan “hitam atas putih” atau “jaminan yang meyakinkan.”
Bilamanan kita memiliki satu sasaran yang jelas, dan
kita memiliki hasrat yang menyala-nyala di dalam batin kita, sampai-sampai
seluruh kehidupan kita dijiwai oleh hasrat maka patutlah kita berlutut dan
berdoa kepada Tuhan hingga kita menerima jaminan yang meyakinkan itu.
Tatkala saya sedang melakukan kampanye kebangunan
rohani di Hawaii, seorang wanita Jepang maju ke depan bertanya kepada saya,
berapa lamakah seseorang harus berdoa hingga beroleh jaminan kepastian itu.
Saya katakan kepadanya, bahwa kadang kala hal itu hanya memakan waktu satu
menit saja. Dan bilamana ia telah memperoleh rasa damai dan keyakinan itu di
dalam hatinya, pada saat itu juga, maka tidaklah perlu lagi baginya untuk
berdoa lebih lanjut. “Akan tetapi,” demikian saya peringatkan kepadanya, “bisa juga kepastian itu datang setelah dua menit, dua
jam, dua minggu, dua bulan, bahkan dua tahun. Tidak apa! Faktor waktu tidaklah
menjadi soal. Yang penting ialah bahwa anda tetap tekun berdoa sampai anda
memperoleh jaminan keyakinan itu.”
Orang-orang di negeri Barat pada umummya terlibat
dalam satu tingkah kehidupan yang serba cepat bila menyangkut soal waktu.
Mereka berusaha segala sesuatunya itu hendaklah dikerjakan tepat menurut waktu
yang telah ditetapkan. Maka itulah kita saksikan bagaimana sibuknya orang Barat.
Seluruh kehidupan mereka itu diwamai oleh gerak dan nada kesibukan serba cepat
dan tepat. Malahan mulailah mereka itu kehilangan waktu untuk bergaul akrab
dengan anggota keluarga maupun sanak saudaranya, ataupun sahabat kenalannya.
Bahkan mereka tidak punya waktu lagi untuk menantikan Tuhan. Segala sesuatunya
seakan-akan berjalan bagaikan irama mesin. Serba otomatis saja. Sarapan pagi
dalam kemasan yang hanya cukup dipanaskan. Makan siang pun demikian. Pelayanan
makanan di restoran pun serba kilat. Semua dapat disuguhkan dalam waktu lima
menit. Maka demikianlah pula halnya bilamana mereka pergi ke gereja. Mereka
seakan-akan berdoa, “Ya Tuhan,
berilah jawabannya sekarang juga. Saya tidak punya waktu lagi, hanya lima menit
saja. Dan bila Tuhan tidak menjawab permintaan saya ini, sudahlah, lupakan
sajalah semuanya.” Mereka
tidak sabar lagi menanti jawaban dari Tuhan.
Orang-orang Amerika sering mempunyai kecenderungan
untuk merubah suasana dalam gerja mereka itu menjadi semacam tempat hiburan
yang menyenangkan, Di Korea kami tidak berminat untuk beralih kepada cara-cara
yang demikian itu. Penyampaian warta gereja atau pengumuman serba singkat. Yang
kami pentingkan dan utamakan ialah Firman Tuhan. Setelah selesai khotbah kami
masih melanjutkan acara dengan satu dua buah mata acara, kemudian tutup.
Selesai! Akan tetapi Firman Tuhan itulah yang kami utamakan dalam seluruh acara
itu.
Pada suatu malam saya diundang untuk melakukan
pelayanan gerejani di sebuah gereja di Alabama, Amerika Serikat. Kebaktian
dibuka mulai jam tujuh malam, sedangkan pengumuman, musik dan nyanyi-nyanyian
itu memakan waktu dua jam lamanya. Saya mengantuk hanya duduk di situ. Para
hadirin pun sudah nampak mulai bosan dan letih, sehingga pendeta gereja
setempat pun segera datang mendekati saya dan berbisik, “Dr. Cho, mohon kiranya anda perpendek saja khotbah
anda malam ini. Cukup anda batasi sampai sepuluh menit saja. Soalnya kami
menantikan acara televisi yang bagus sekali malam ini, jadi saya minta anda
sepuluh menit saja.”
Saya telah datang begitu jauh dari negeri Korea atas
undangan mereka, dan setelah sampai di sini saya hanya disuruh berbicara dalam
sepuluh menit saja.
Terus terang saja, di dalam gereja yang semacam itu
kita tidak mungkin bisa beroleh berkat dan anugerah Tuhan sepenuhnya. Sebab di
dalam suatu gereja kita harus meluangi waktu untuk menantikan Tuhan. Kita harus
punya waktu yang cukup untuk memuji Dia, tetapi juga harus menyediakan waktu
yang cukup mantap untuk menemenerima sabda Tuhan. Sebab firman Allah itu justru
membangun iman kita itu. Dari kita harus menunggu Tuhan untuk memberikan
kepastian dan keyakinan jaminannya itu kepada kita.
Tatkala kami telah menandatangani kontrak dengan ahli
bangunan untuk membangun sebuah gereja yang memakan biaya sebesar lima juta
dolar Amerika, maka saya telah membayangkan bentuk gedung itu. Sasaran saya
telah jelas, hasrat saya telah menyala-nyala untuk memperoleh gedung yang dapat
menampung 10.000 pengunjung itu. Namun masih diliputi rasa cemas. Hatiku masih
diliputi rasa ragu-ragu, pendirianku masih goyah. Saya belum punya pegangan
yang pasti tentang soal itu. Sikap saya masih tak beda dengan seekor kelinci
yang berada dalam buronan, dan lima juta dolar itu seperti gunung Everest
tingginya di hadapan pemandanganku. Bagi jutawan luar negeri satu juta dolar
tidak merupakan angka yang menakutkan. Angka itu merupakan angka yang relatif
kecil dan tidak berarti bagi orang yang kaya raya. Tetapi bagi kami bangsa
Korea, sata juta dolar itu adalah satu angka raksasa.
Maka saya pun mulai berdoa bagaikan orang yang sudah
hampir sekarat, dan saya berucap, “Ya Tuhan,
sekarang tukang dan ahli bangunan itu telah memulai membangun gedung gereja
itu. Akan tetapi sampai saat ini saya masih belum memiliki kepastian soal ini
untuk selanjutnya. Saya betul-betul tidak tahu dari mana saya akan mendapat
jumlah uang yang sebanyak itu untuk keperluan pembangunan itu.”
Maka mulailah saya dihinggapi penyakit ragu-ragu.
Hatiku menjadi bimbang dan cemas. Sebulan berlalu. Sedikit pun saya tidak
merasa tenteram, sebab saya belum punya jaminan kepastian. Bulan yang kedua
datang menjelang. Dan tengah malam saya sering bangun untuk berdoa kepada
Tuhan. Saya turun dari ranjang dan meringkuk di pojok kamar. Saya berlutut dan
menangis, seakan-akan jantungku hendak copot rasanya. Isteri saya menyangka
bahwa pikiran saya sudah mulai terganggu. Akan tetapi secara mental saya memang
buta. Kadang-kadang saya hanya berdiri, tanpa berpikir, kuatir soal lima juta
dolar yang menggelisahkan itu.
Saya berdoa terus-menerus selama tiga bulan lamanya.
Pada suatu pagi isteri saya berkata kepada saya, “Marilah kemari, sayang! Sarapan pagi telah siap.” Saya pun keluar dari ruangan kerjaku, dan siap untuk
duduk di kursi makan. Tiba-tiba saya merasa langit bagaikan terbuka lebar
bagiku dan berkat Tuhan turun dengan luar biasa ke atas diriku dan mengalir
masuk ke dalam hatiku! Jaminan kepastian, jawaban Tuhan, suatu wujud keyakinan
teguh memenuhi jiwaku. Mendadak sontak saya terlompat dari kursi tempat dudukku
bagaikan sebutir peluru yang lepas dari kelongsongnya. Saya berteriak-teriak, “Saya telah menerimanya! Sudah kuterima! Sudah kudapat!”
Isteri saya berlari-lari keluar dari dapur menatap
wajahku dan saya perhatikan bahwa isteriku nampak pucat pasi mukanya. Ia
dihinggapi rasa takut luar biasa. Sambil memegang lenganku ia berkata, “Marilah sayang, ada apa sebenarnya yang terjadi?
Apakah kau baik-baik? Ayo, duduklah sebentar.”
“Saya telah
mendapatkannya!” teriakku
gembira.
“Apa yang
telah kau dapatkan itu?” tanyanya
melongo. “Saya telah
mendapatkan lima juta dolar itu!” jawabku
dengan penuh keyakinan kepadanya.
Kemudian isteri saya bcrkata, “Kau sudah sinting. Kau betul-betul sudah tidak waras
pikiranmu!”
Tidak sayangku! Saya telah mendapatkan seluruh jumlah
lima juta dolar itu di dalam diriku. Jumlah itu sedang bertumbuh dan berkembang
di dalam diriku sekarang. Betul-betul jumlah itu sedang bertumbuh di dalam
kandungan diriku!” Mendadak
sontak saya merasa bahwa jumlah lima juta dolar itu telah menjelma bagaikan
sebutir batu kerikil di dalam genggaman tanganku. Saya berdoa dengan satu
keyakinan yang teguh. Iman saya terulur dan saya menggapai lima juta dolar itu.
Seluruh jumlah itu telah berada di dalam genggaman tanganku.
Saya telah berhasil menggapai wujud yang meyakinkan
itu. Dan sekali kita berhasil menggapai wujud yang meyaknkan itu, wujud
kepastian, jaminan yang mengukuhkan iman kita itu, maka tidaklah menjadi soal
lagi apakah kita melihat atau tidak kenyataan itu. Sebab secara sah dan resmi
benda itu telah menjadi milik kita, dan benda itu pasti akan datang dan jatuh
ke dalam tangan kita. Oleh sebab itu berdoalah sampai anda sendiri menerima
kepastian itu dengan penuh keyakinan yang tak tergoyahkan lagi.
Saya telah berdoa sepanjang awal tahun ini dan Tuhan
memberikan keyakinan bagiku untuk memperoleh tambahan jumlah anggota sebanyak
50.000 orang ke dalam gereja kami. Saya menuntut hal itu, dan hatiku dapat
melihat 50.000 orang dalam gereja. Jumlah itu sudah berada dan hidup di dalam
diri saya. Ia terus berkembang dan memantulkan kenyataannya keluar dari dalam
diriku. Inilah rahasia keberhasilanku: Berdoa sampai beroleh kepastianatas
keyakinan itu, suatu wujud yang merupakan jaminan yang tak tergoyahkan lagi
sebagai jawaban atas permintaan doa kita itu.
( 4 ) UCAPKAN FIRMAN TUHAN
Hal yang keempat ialah hendaklah anda menunjukkan satu
kesaksian yang nyata tentang iman anda itu. Alkitab berkata bahwa Tuhan
membangkitkan orang dari kematian. Ini berarti bahwa Tuhan bisa mempertunjukkan
suatu perbuatan mujizat. Ia menjadikan “hal yang
tidak ada menjadi ada.”
Abraham sudah mencapai usia seratus tahun, sedangkan
isterinya Sarah sudah sembilan puluh tahun. Namun mereka pegang teguh sasaran
hidup mereka, bahwa mereka harus memiliki seorang anak laki-laki. Hasrat mereka
menyala-nyala untuk mendapatkan seorang putera. Maka mereka terus berdoa untuk
tujuan itu selama dua puluh lima tahun lamanya. Akhirnya Tuhan memberikan
kepada mereka suatu janji. Dan tatkala mereka memperoleh kepastian tentang
janji itu, maka Tuhan pun menambah nama mereka. “Mulai dari
saat ini namamu bukan lagi Abram tetapi Abraham, yakni bapak moyang dari suatu
bangsa yang besar. Dan hendaklah kau tidak menyebut isterimu itu Sara melainkan
Sarah, yakni Sang Puteri.”
Abraham mengajukan protes kepada Tuhan, “Tuhan, orang pasti mentertawakan keadaan kami berdua
ini. Seekor anak anjing pun tidak kami miliki di dalam rumah kami, bagaimana
bisa Tuhan mau merubah nama kami menjadi “Bapak moyang
pelbagai bangsa” serta “sang puteri”? Bisa
seluruh isi negeri ini menyangka kami tidak waras.”
Akan tetapi Tuhan mungkin berkata. “Bila kau ingin menjalin keajasama yang baik d engan
pihakKu, maka hendaklah kau perbuat apa yang Aku perbuat. Aku menciptakan
sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Dan bila kau tidak menyatakan dengan
berani, seakan-akan kau telah menerima apa yang belum Aku berikan itu, maka kau
tidak termasuk dalam kategoriKu.”
Maka Abraham pun merubah namanya. Ia datang kepada
isterinya dan berkata, “Isteriku
sayang, kini namaku telah dirubah Tuhan. Saya tidak lagi dipanggil Abram,
melainkan Abraham, yang berarti “Bapak moyang
banyak bangsa”. Tuhan
sendiri telah merubah namaku itu. Dan engkau pun bukan lagi Sara, melainkan
Sarah.”
Malam pun tiba memenuhi suasana alam. Abraham berjalan
di lembah. Sarah mempersiapkan makanan, kemudian memanggil suaminya itu dengan
nama Abraham. “Suamiku
Abraham, marilah makan, Hidangan telah siap!” Maka suara
itu menggema secara luas sampai ke segenap pelosok kawasan permukiman mereka.
Orang-orang yang sedang bekerja di ladang tiba-tiba
berhenti sejenak. Mereka mungkin saling menegur, “Hai, dengarkan! wanita itu memanggil suaminya dengan
nama Abraham, bapak moyang banyak bangsa. Oh kasihan si Sarah itu! Ia ingin
sekali punya anak dalam usianya yang kesembilan puluh tahun itu, sampai-sampai
ia panggil suaminya itu “bapak moyang
banyak bangsa.” Barangkali
ia sudah sinting. Oh kasihan benar dia itu.”
Lalu tiba-tiba mereka mendengar sebuah suara laki-laki
dalam nada bariton. Suara itu menggema di lembah padang itu, “Ya Sarah, saya datang!”
“Astaga!” gumam orang-orang yang mendengarkan kedua orang kakek
dan nenek itu bersahut-sahutan begitu neh. “Masakah si
Sarah itu disebut puteri, nenek moyang dari banyak keturunan? Kalau begitu
mereka berdua itu sudah sama-sama sinting barangkali.”
Namun Abraham dan Sarah tidak menghiraukan kritik yang
dilancarkan oleh orang-orang desa itu. Mereka tetap saling menyapa satu dengan
yang lainnya dengan panggilan “bapak moyang
segala bangsa” dan “sang puteri”. Maka
tepatlah seperti yang mereka ucapkan itu, tepatlah apa yang mereka kukuhkan
itu. Demikianlah yang terjadi. Mereka beroleh seorang putera laki-laki yang
mungil, yang mereka beri nama Ishak, berarti “senyuman”.
Saudara pembaca, inginkah anda melihat sebuah
senyuman? Senangkah anda menyaksikan senyuman di tengah lingkungan keluarga
anda? Maukah anda nampak senyuman di kantor atau gereja? Terapkan hukum iman
itu!
Hukum iman adalah hukum kenyataan!
Maka sebagaimana suami isteri Abraham dan Sarah itu
memiliki senyuman anda pun dapat mengalami kelahiran senyum itu berulang kali
dalam kehidupan anda itu.
Mujizat Tuhan tidak akan datang dengan pergumulan yang
membabi-buta. Sebab di alam rohani pun ada hukum-hukumnya. Dan anda mempunyai
sumber yang tak kunjung kering. Sumber itu ada di dalam hati anda sendiri.
Tuhan bersemayam di dalam hati anda. Akan tetapi Tuhan tidak akan turun-tangan
melakukan sesuatu tanpa melalui jalur kehidupan anda sendiri. Tuhan senantiasa
ingin bekerja sama dengan anda dalam mengerjakan hal-hal yang mengagumkan. Dan
Tuhan tidak pernah berubah. Dari dahulu kala sampai sekarang Tuhan itu tetap
sama. Tetapi sebelum manusia berubah Tuhan tidak akan menyatakan dirinya pada
mereka. Lihatlah, betapa Tuhan telah memakai orang-orang seperti Musa dan Yosua
beserta orang-orang beriman lainnya untuk menghasilkan perkara-perkara besar.
Hanya oleh karena itu mereka memiliki iman. Akan tetapi setelah orang-orang itu
meninggal dunia, dan para pengikutnya itu membelot dan berpaling dari jalan
Tuhan, maka Tuhan pun menghentikan pula kuasaNya.
Tuhan pun ingin menyatakan dirinya lewat anda sekarang
ini. Tak bedanya seperti ketika Tuhan menyatakan diriNya melalui diri Kristus
2000 tahun yang lampau. Kuasa Tuhan itu sama dahulu dan sekarang. Tetapi Tuhan
bergantung dari sikap dan pendirian anda semata-mata. Saya dapat mendirikan
gedung gereja yang bisa menampung lebih dari 10.000 anggota banyaknya di
Amerika Serikat, Jerman maupun di Tokyo. Sebab visi untuk mendirikan sebuah
gereja itu tidaklah didasarkan dalam dunia luar melainkan bersemayam di dalam
kalbu dan dada seorang pria atau wanita.
Bilamana hati dan pikiran anda itu telah menjadi hamil
oleh suatu cita-cita dan hasrat vang menyala-nyala, maka buah pikiran dan
cita-cita anda itu akan lahir dan menjelma menjadi satu kenyataan.
Oleh sebab itu peliharalah hati dan pikiran anda itu.
Rawatlah lebih dari bagian tubuh anda yang manapun juga. Janganlah coba-coba
mencari jawaban dari Tuhan melalui orang lain. Sebab jawaban Tuhan itu
datangnya pasti lewat roh anda sendiri. Dan dari dalam roh anda itu keluarlah
jawaban-jawaban bagi situasi anda.
Oleh sebab itu tuntut dan ucapkanlah firman Tuhan itu
itu dengan penuh keyakinan dan kepastian. Dan ucapan anda yang keluar memiliki
daya cipta. Tuhan berfirman dan seluruh isi bumi ini tercipta. Maka ucapan anda
pun merupakan bahan landasan yang dipergunakan oleh Roh Kudus untuk menciptakan
sesuatu.
Oleh sebab berucaplah, hal ini sangatlah penting.
Banyak gereja sekarang ini telah kehilangan seni memberi komando. Kebanyakan
orang Kristen nampaknya semakin cenderung menjadi peminta-minta profesional.
Kita senang mengemis saja. Pada tepi Laut Teberau Musa meminta kepada Tuhan, “Oh Tuhan, tolonglah kami ini! Lihatlah musuh-musuh
kami tentara Firaun sedang datang mengejar kami!” Tetapi
Tuhan mengelak permintaan Musa itu. Tuhan memperingatkan Musa dengan menegur
dia, “Hai Musa, mengapa engkau berseru
kepadaKu? Berikanlah komando. Angkatlah tongkatmu. Bertindaklah. Maka Laut
Merah ini akan terbelah menjadi kering!”
Ada saatnya bagi anda untuk berdoa, tetapi ada saatnya
pula bagi kita untuk mengucapkan komando dan bertindak! Memang kita harus
berdoa di tempat doa kita pribadi. Akan tetapi bilamana kita diperhadapkan
dengan medan pertempuran langsung, maka yang kita perlu lakukan adalah memberi
komando, yang mengandung daya cipta. Apabila kita menelaah dengan seksama
kehidupan Kristus, maka kita lihat seluruh kehidupanNya itu diwarnai dengan
komando. Memang Ia berdoa sepanjang malam, akan tetapi keesokan harinya Ia
harus berhadapan dengan medan perjuangan, maka Ia pun mengucapkan perintahnya
yang lantang. Ia perintahkan agar penyakit keluar dari dalam tubuh seorang dan
orang itu pun sembuhlah. Ia perintahkan laut yang bergelora itu menjadi tenang
dan teduh. Ia perintahkan kuasa iblis itu keluar meninggalkan diri seorang yang
dirasuk setan.
Murid-muridNya pun melakukan hal yang sama. Kepada
sang pengemis Petrus berucap, “Emas dan
perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai kuberikan kepadamu: Demi nama
Yesus Kristus, berjalanlah!” Kepada
tubuh seorang wanita yang telah mati Petrus mengeluarkan perintah : “Hai Dorkas, bangkitlah!” Kepada
orang lumpuh di Listra rasul Paulus memberikan perintah: “Berdirilah tegak di atas kakimu!” Semua murid-murid Tuhan mengucapkan kata-kata yang
mengandung daya cipta.
Alkitab menganjurkan agar kita menyembuhkan orang
sakit. Di dalam surat Yakobus dikatakan, “Doa yang
lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit!” Jelas
sekali Tuhan katakan untuk kita menyembuhkan orang sakit. Itulah sebabnya di
lingkungan gereja yang saya pimpin ini saya pun berdoa untuk kesembuhan orang
sakit, dengan bantuan bimbingan Roh Suci saya hanya berdiri di hadapan mereka
dan berucap, “Kamu telah
sembuh! Bangkit dan berdirilah!”
Berkali-kali saya mengucapkan berbagai kesembuhan dan ratusan orang telah
menerima kesembuhan.
Beberapa bulan yang lampau saya sedang
menyelenggarakan suatu kebaktian kebangunan rohani di sebuah negara di negeri
Barat. Pada suatu malam hadir 1.500 orang yang berjejal-jejal dalam ruangan
sempit itu. Dan tepat di hadapan saya terdapat seorang wanita dengan kursi
rodanya. Tubuhnya itu demikian parah cacatnya sehingga saya merasa sedih. Dalam
hatiku saya berseru kepada Tuhan. “Ya Tuhan,
mengapa Engkau tempatkan orang ini justru tepat di hadapan muka saya? Saya
tidak sanggup membangkitkan iman setelah melihat dia.” Maka saya berusaha memalingkan muka dari padanya
sementara saya menyampaikan khotbah. Saya hanya melihat ke satu arah langsung
ke samping. Bila saya memutar kepalaku, maka saya pun langsung memalingkan
muka, ke arah lainnya, yang berlawanan. Sebab setiap kali saya menatap keadaan
wanita itu, hatiku terasa seperti disiram air es yang dingin sekali.
Akan tetapi pada akhir khotbah saya tiba-tiba Roh Suci
berbicara dalam hatiku. “Turunlah
engkau, dan angkatlah penderita itu!”
Saya menjawab, “Roh Kudus,
benarkah Engkau menyuruh saya turun dan mengangkat pasien wanita itu? Seluruh
tubuhnya bengkok begitu parah. Saya rasa Yesus sendiri pun belum tentu dapat
mengangkat penderita ini. Apa lagi saya. Betul-betul saya tidak mampu. Saya
takut, Tuhan!”
Akan tetapi Roh Tuhan tetap mendesak saya, “Pergilah turun kau, dan tolonglah angkat wanita itu!”
Tetap saja saya menolak dan menjawab, “Tidak, saya takut. Saya tiada berani berbuat demikian,
Tuhan!”
Maka untuk mengelakkannya saya pun mulai mengucap kan
kesembuhan bagi orang-orang sakit yang lain, selain itu dengan petunjuk Roh
Kudus. Mula-mula seorang yang buta disembuhkan. Wanita itu demikian kagetnya
setelah matanya celik, sehingga ia menjerit ketakutan, lalu jatuh pingsan.
Kemudian orang-orang di berbagai tempat disembuhkan. Saya terus saja
mengucapkan kesembuhan orang-orang sakit itu, namun Roh Kudus tetap mendesak
saya dan berkata, “Ayo,
dekatilah wanita itu dan angkatlah dia!”
Saya tetap saja bersitegang dan menjawab, “Ya, Tuhan, keadaan tubuhnya begitu gawat, dan saya
takut!”
Pada akhir kebaktian itu saya terpaksa menyerah.
Tatkala pimpinan sidang setempat mempersilahkan semua hadirin berdiri dan
menyanyikan lagu penutup, maka secara diam-diam saya pun meluncur turun dari
mimbar dan mendekati wanita itu. Dengan suara setengah berbisik agar orang lain
tidak bisa mendengarkan saya berkata kepadanya, “Ibu, bila
anda ingin sembuh, berdirilah dari kursi roda tempat duduk anda itu!” Kemudian dengan diam-diam lagi saya meluncur pergi
naik kembali ke mimbar.
Tatkala saya berbalik menghadap lagi ke arah hadirin,
maka seluruh hadirin telah mulai bersorak girang sambil bertepuk tangan. Mereka
menyaksikan satu keajaiban. Wanita itu telah meninggalkan kursi rodanya dan
berjalan segar dengan bugar mengelilingi mimbar. Bukan main! Alangkah tololnya
tindakanku tadi. Jika sekiranya saya telah mengangkat dia sejak dari semula,
saya dapat menurunkan sorga dan berkat yang besar pada kebaktian itu. Tetapi
saya sangat takut.
Banyak orang datang mendekati saya dan bertanya apakah
saya ini memiliki karunia iman atau karunia untuk menyembuhkan orang sakit.
Saya telah menyelidiki hatiku, akan tetapi sejauhini saya tidak pernah
menemukan sesuatu pertanda adanya karunia. Yang saya yakin ialah karena Roh
Kudus yang memiliki karunia, semua sembilan karunia. Roh Tuhan itu berdiam dan
bersemayam di dalam diriku. Roh Kudus itu menyatakan diriNya melalui diriku.
Saya tidak memiliki karunia itu, hanyalah Roh Kudus. Yang saya perbuat hanyalah
taat akan apa yang Dia perintahkan kepadaku dan saya hanya percaya kepadaNya.
Lalu kekuatan apakah yang saya miliki, sehingga saya
bisa melakukan segala hal yang mengagumkan itu? Marilah saya ceritakan rahasia
itu kepada anda. Kekuatan yang saya miliki itu hanyalah keberanian! Dengan
keberanian inilah saya meluncurkan tindakan iman. Maka dengan sendirinya Roh
Kudus akan menyertai kita. Alkitab tidak menyatakan bahwa segala tanda-tanda
akan mendahului kita. Tidak! Jelas sekali Alkitab menyatakan bahwa segala
tanda-tanda itu akan mengikuti kita. Oleh sebab itu hendaklah kita berjalan
maju, maka segala tanda-tanda itu akan mengiring kita dengan sendirinya.
Apabila anda dijiwai oleh hukum iman yang nyata ini, maka anda akan menyaksikan
tanda-tanda heran yang satu dan yang lainnya secara beruntun sepanjang
perjalanan hidup anda.
Anda memiliki segala sumber kekuatan itu di dalam diri
anda sendiri. Dan sekarang anda pun sudah mengetahui unsur-unsur apakah yang
patut anda miliki dalam memanfaatkan iman anda itu dan menjelmakannya menjadi
satu kenyataan. Tentukanlah sasaran yang jelas dan gamblang. Milikilah hasrat
yang menyala-nyala untuk mencapai sasaran itu. Kemudian berdoalah dengan
sungguh-sungguh sampai anda beroleh kepastian atau jaminan terlaksananya
permintaan doa anda itu, kemudian ucapkanlah dengan tegas apa yang menjadi
kepastian itu untuk bisa menjelma menjadi kenyataan.
Sumber :
Terjemahan dari buku THE FOURTH DIMENSION karya
DR.David Yonggi Cho
http://www.geocities.ws/fullgospel_indonesia site menu
Mat 7:14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar